HAK ASASI MANUSIA
Hak-hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh
Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Oleh karenanya
tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun
demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya.
Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan
melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
Pada hakikatnya “Hak Asasi Manusia” terdiri atas dua hak dasar yang
paling fundamental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua
hak dasar inilah lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar
ini, hak asasi manusia lainnya sulit akan ditegakkan.
Mengingat begitu pentingnya proses internalisasi pemahaman Hak Asasi
Manusia bagi setiap orang yang hidup bersama dengan orang lainnya, maka
suatu pendekatan historis mulai dari dikenalnya Hak Asasi Manusia sampai
dengan perkembangan saat ini perlu diketahui oleh setiap orang untuk
lebih menegaskan keberadaan hak asasi dirinya dengan hak asasi orang
lain.
SEJARAH NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada
tanggal 10 Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak
peradaban umat manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat
kekejaman dan keaiban yang dilakukan negara-negara Fasis dan Nazi Jerman
dalam Perang Dunia II.
Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makana ganda, baik ke luar
(antar negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku
bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing.
Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan
menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa,
agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan
yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke
dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus
senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing
negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh
pemerintahnya.
Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat.
Dengan demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM
sedunia si suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah
intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan
masalah bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya.
Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di
suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM
internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi
internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
Adapun hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal
yang termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai
kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar
belakang primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di muka
bumi ini. Semua manusia adalah sama. Semua kandungan nilai-nilainya
berlaku untuk semua.
Di Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di
Sulawesi Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam
buku-buku adat (Lontarak). Antara lain dinyatakan dalam buku Lontarak
(Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja berselisih faham dengan Dewan
Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila para Dewam Adat sendiri
berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang
telah disorot sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh Raja-Raja dahulu,
namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum Indonesia
sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di Indonesia,
namun dalam perkembangannya tidak menonjol karena kurang dipublikasikan.
Human Rights selalu terkait dengan hak individu dan hak masyarakat.
Ada yang bertanya mengapa tidak disebut hak dan kewajban asasi. Juga ada
yang bertanya mengapa bukan Social Rights. Bukankan Social Rights
mengutamakan masyarakat yang menjadi tujuan ? Sesungguhnya dalam Human
Rights sudah implisit adanya kewajiban yang harus memperhatikan
kepentingan masyarakat. Demikian juga tidak mungkin kita mengatakan ada
hak kalau tanpa kewajiban. Orang yang dihormati haknya berkewajiban pula
menghormati hak orang lain. Jadi saling hormat-menghormati terhadap
masing-masing hak orang. Jadi jelaslah kalau ada hak berarti ada
kewajiban.
Contoh : seseorang yang berhak menuntut perbaikan upah, haruslah
terlebih dahulu memenuhi kewajibannya meningkatkan hasil kerjanya.
Dengan demikian tidak perlu dipergunakan istilah Social Rights karena
kalau kita menghormati hak-hak perseorangan (anggota masyarakat),
kiranya sudah termasuk pengertian bahwa dalam memanfaatkan haknya
tersebut tidak boleh mengganggu kepentingan masyarakat. Yang perlu
dijaga ialah keseimbangan antara hak dan kewajiban serta antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum (kepentingan
masyarakat). Selain itu, perlu dijaga juga keseimbangan antara kebebasan
dan tanggungjawab. Artinya, seseorang memiliki kebebasan bertindak
semaunya, tetapi tidak memperkosa hak-hak orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar